1. Pemberian Gelar
Sesuatu yang khas Minangkabau ialah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ini sesuai dengan pantun adat yang berbunyi sbb :
Pancaringek tumbuah di paga
Diambiak urang ka ambalau
Ketek banamo gadang bagala
Baitu adaik di Minangkabau
Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya. Menurut kebiasaan dikampung-kampung dulu, bagi seorang laki-laki yang telah beristeri rasanya kurang dihargai, kalau ia oleh fihak keluarga isterinya dipanggil dengan menyebut nama kecilnya saja.
Penyebutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau Kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau rang sumandonya. Ketentuan ini sudah tentu tidaklah berlaku bagi orang-orang tua pihak keluarga isteri yang sebelumnya juga sudah sangat akrab dan intim dengan menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.
Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Karena itu pemberian gelar untuk seorang pemuda yang akan kawin, harus dimintakan kepada mamaknya atau saudara laki-laki dari pihak ibu.
Selain dari mengambil gelar dari perbendaharaan suku yang ada dan telah dipakai oleh kaumnya sejak dahulu, maka gelar untuk seorang calon mempelai pria dengan persetujuan mamak-mamaknya juga dapat diambilkan dari persukuan ayahnya atau dari dalam istilah Minang disebut pusako bako. Dan yang tidak mungkin atau sangat bertentangan dengan ketentuan adat ialah mengambil gelar dari pihak persukuan calon isteri, karena dengan demikian calon mempelai pria akan dinilai sebagai perkawinan orang sesuku.
Ketentuan untuk memberikan gelar adat kepada pemuda-pemuda yang baru kawin ini, tidak hanya harus berlaku dari rang sumando atau menantu-menantu yang memang berasal dari suku Minangkabau saja, tetapi juga dapat diberikan kepada orang semenda atau menantu yang berasal dari suku lain. Kepada menantu orang Jawa, orang Sunda bahkan kepada menantu orang asing sekalipun. Karena gelar seorang menantu sebenarnya lebih berguna untuk sebutan penghormatan dari pihak keluarga mempelai wanita kepada orang semenda dan menantunya itu.
Gelar yang diberikan kepada seorang pemuda yang akan kawin, tidak sama nilainya dengan gelar yang harus disandang oleh seorang penghulu. Gelar penghulu adalah warisan adat yang hanya bisa diturunkan kepada kemenakannya dalam suatu upacara besar dengan kesepakatan kaum setelah penghuluvyang bersangkutan meninggal dunia. Tetapi gelar untuk seorang laki-laki yang akan kawin dapat diberikan kepada siapa saja tanpa suatu acara adat yang khusus.
Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Seperti Sutan Malenggang, Sutan Pamenan, Sutan Mangkuto dsb.
Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini dalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan didudukkan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain. Karena itu kalau sudah diterima sebagai menantu, masuknya kedalam kekeluargaan juga harus ditetapkan secara kokoh dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang sama. Ini sesuai bunyi pepatah-petitih Minangkabau :
Jikok inggok mancangkam
Jikok tabang basitumpu
Artinya segala sesuatunya itu haruslah dilaksanakan secara sepenuh hati menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Nah, untuk semenda yang datang dari suku lain ini, pemberian gelar juga tidak boleh diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada dalam kaum ninik mamak mempelai wanita, karena jatuhnya nanti juga jadi perkawinan sesuku. Tetapi dapat diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada di keluarga ayah mempelai wanita atau disebut juga dari keluarga bako.
Atau bisa juga menurut prosedur yang agak berbelit yaitu calon menantu dijadikan anak kemenakan dulu oleh ninik mamak suku lain yang bukan suku mempelai wanita, kemudian ninik mamak suku yang lain ini memberikan gelar adat yang ada disukunya kepada calon orang semenda itu.
Pemberian gelar untuk calon menantu inilah, baik ia orang Minang maupun orang dari suku dan bangsa lain, yang wajib disebutkan pada waktu berlangsungnya sambah-manyambah dalam acara manjapuik marapulai. Hal ini ditanyakan oleh juru bicara rombongan calon mempelai pria yang menanti. Kemudian disebutkan pula secara resmi ditengah-tengah orang ramai setelah selesai acara akad nikah secara Islami. Inilah yang disebut dalam pepatah petitih :
Indak basuluah batang pisang
Basuluah bulan jo matoari
Bagalanggang mato rang banyak
Pengumuman gelar mempelai pria secara resmi setelah selesai acara akad nikah ini sebaiknya disampaikan langsung oleh ninik mamak keluarga mempelai pria, atau bisa juga disampaikan oleh pembawa acara. Dalam pengumuman itu disebutkan secara lengkap dari suku dan kampung mana gelar itu diambilkan.
Sesuatu yang khas Minangkabau ialah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ini sesuai dengan pantun adat yang berbunyi sbb :
Pancaringek tumbuah di paga
Diambiak urang ka ambalau
Ketek banamo gadang bagala
Baitu adaik di Minangkabau
Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya. Menurut kebiasaan dikampung-kampung dulu, bagi seorang laki-laki yang telah beristeri rasanya kurang dihargai, kalau ia oleh fihak keluarga isterinya dipanggil dengan menyebut nama kecilnya saja.
Penyebutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau Kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau rang sumandonya. Ketentuan ini sudah tentu tidaklah berlaku bagi orang-orang tua pihak keluarga isteri yang sebelumnya juga sudah sangat akrab dan intim dengan menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.
Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Karena itu pemberian gelar untuk seorang pemuda yang akan kawin, harus dimintakan kepada mamaknya atau saudara laki-laki dari pihak ibu.
Selain dari mengambil gelar dari perbendaharaan suku yang ada dan telah dipakai oleh kaumnya sejak dahulu, maka gelar untuk seorang calon mempelai pria dengan persetujuan mamak-mamaknya juga dapat diambilkan dari persukuan ayahnya atau dari dalam istilah Minang disebut pusako bako. Dan yang tidak mungkin atau sangat bertentangan dengan ketentuan adat ialah mengambil gelar dari pihak persukuan calon isteri, karena dengan demikian calon mempelai pria akan dinilai sebagai perkawinan orang sesuku.
Ketentuan untuk memberikan gelar adat kepada pemuda-pemuda yang baru kawin ini, tidak hanya harus berlaku dari rang sumando atau menantu-menantu yang memang berasal dari suku Minangkabau saja, tetapi juga dapat diberikan kepada orang semenda atau menantu yang berasal dari suku lain. Kepada menantu orang Jawa, orang Sunda bahkan kepada menantu orang asing sekalipun. Karena gelar seorang menantu sebenarnya lebih berguna untuk sebutan penghormatan dari pihak keluarga mempelai wanita kepada orang semenda dan menantunya itu.
Gelar yang diberikan kepada seorang pemuda yang akan kawin, tidak sama nilainya dengan gelar yang harus disandang oleh seorang penghulu. Gelar penghulu adalah warisan adat yang hanya bisa diturunkan kepada kemenakannya dalam suatu upacara besar dengan kesepakatan kaum setelah penghuluvyang bersangkutan meninggal dunia. Tetapi gelar untuk seorang laki-laki yang akan kawin dapat diberikan kepada siapa saja tanpa suatu acara adat yang khusus.
Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Seperti Sutan Malenggang, Sutan Pamenan, Sutan Mangkuto dsb.
Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini dalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan didudukkan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain. Karena itu kalau sudah diterima sebagai menantu, masuknya kedalam kekeluargaan juga harus ditetapkan secara kokoh dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang sama. Ini sesuai bunyi pepatah-petitih Minangkabau :
Jikok inggok mancangkam
Jikok tabang basitumpu
Artinya segala sesuatunya itu haruslah dilaksanakan secara sepenuh hati menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Nah, untuk semenda yang datang dari suku lain ini, pemberian gelar juga tidak boleh diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada dalam kaum ninik mamak mempelai wanita, karena jatuhnya nanti juga jadi perkawinan sesuku. Tetapi dapat diambilkan dari perbendaharaan gelar yang ada di keluarga ayah mempelai wanita atau disebut juga dari keluarga bako.
Atau bisa juga menurut prosedur yang agak berbelit yaitu calon menantu dijadikan anak kemenakan dulu oleh ninik mamak suku lain yang bukan suku mempelai wanita, kemudian ninik mamak suku yang lain ini memberikan gelar adat yang ada disukunya kepada calon orang semenda itu.
Pemberian gelar untuk calon menantu inilah, baik ia orang Minang maupun orang dari suku dan bangsa lain, yang wajib disebutkan pada waktu berlangsungnya sambah-manyambah dalam acara manjapuik marapulai. Hal ini ditanyakan oleh juru bicara rombongan calon mempelai pria yang menanti. Kemudian disebutkan pula secara resmi ditengah-tengah orang ramai setelah selesai acara akad nikah secara Islami. Inilah yang disebut dalam pepatah petitih :
Indak basuluah batang pisang
Basuluah bulan jo matoari
Bagalanggang mato rang banyak
Pengumuman gelar mempelai pria secara resmi setelah selesai acara akad nikah ini sebaiknya disampaikan langsung oleh ninik mamak keluarga mempelai pria, atau bisa juga disampaikan oleh pembawa acara. Dalam pengumuman itu disebutkan secara lengkap dari suku dan kampung mana gelar itu diambilkan.
No comments:
Post a Comment