Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khattab Radhiallahu ‘anhu
berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung
pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia
niatkan. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dan
barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang hendak
dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju. (H. R Bukhari
& Muslim)
Di antara manusia ada orang-orang yang memiliki niat yang tinggi
nilainya, sementara ada pula yang memiliki niat yang rendah, hingga ada
kalanya dua orang yang mengamalkan suatu bentuk amalan yang sama dari
awal, pertengahan, bahkan sampai akhir pelaksanaannya, sama gerakannya,
perbuatannya, ataupun diamnya dan juga bacaannya, namun hasilnya berbeda
jauh, sejauh antara langit dan bumi. Yang demikian ini disebabkan
perbedaan niatnya. Walhasil, setiap orang akan mendapatkan apa yang dia
niatkan: jika engkau niat karena Allah dan untuk negeri akherat dalam
amalan menjalankan syariat, maka anda akan mendapatkannya, namun jika
anda berniat untuk dunia maka kadang dapat dan terkadang anda tidak
dapat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka kami
segerakan baginya di dunia, sesuai apa yang Kami kehendaki bagi orang
yang Kami kehendaki”. (Al Israa’ : 18)
Di sini Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan “Kami segerakan
baginya apa yang ia maukan” akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala
katakan “Apa yang Kami kehendaki”. Jadi diantara manusia ada orang yang
menginginkan dunia ini, ada yang diberi sedikit darinya, bahkan ada yang
tidak diberi sama sekali (tidak mesti semua mendapatkan apa yang
diinginkan dari kehidupan dunia ini) ini pengertian dari ayat di atas:
(artinya) “maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami
kehendaki bagi siapa yang Kami kehendaki”
Sedangkan:
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan
ia berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik”.
( Al Israa’ : 19)
Secara pasti orang yang menginginkan akherat akan memetik hasil
amalan yang ia niatkan dan inginkan mendapatkan wajah Allah dan negeri
akhirat.
Syarat Diterimanya Amalan
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Innamal a’malu binniyaat”
Ini
merupakan barometer (timbangan) untuk setiap amalan yaitu barometer
secara batin. Sedangkan barometer secara zahir adalah sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Al Bukhori – Muslim dari
Aisyah Radhiallahu ‘anha :
“Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami
maka amalan itu tertolak” Untuk itulah para Ulama mengatakan :
“Kedua hadits ini telah mencakup agama secara keseluruhan”
(maka
setiap amalan, sebagai ukuran/ barometer diterima atau tidaknya adalah
kembali kepada kedua hadits ini baik secara zahir maupun batin.)
Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh sebagai
bentuk realisasi hadits ini: Baginda Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Maka barang siapa yang (niat) hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya (benar-benar) kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan
barang siapa hijrahnya untuk dunia yang dia ingin meraihnya atau untuk
wanita yang dia ingin menikahinya maka (nilai) hijrahnya (sebatas)
kepada apa yang dia berhijrah karenanya”.
Pengertian Hijrah
“Hijrah” adalah seseorang berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam.
Misalnya dia berada di Amerika –negeri kafir – kemudian dia masuk Islam dan tidak memungkinkan baginya untuk menegakkan agamanya di sana lantas ia pindah dari Amerika ke negeri Islam, demikian inilah disebut hijrah.
Apabila manusia berhijrah, mereka berbeza-beza :
1.
Ada diantara mereka berhijrah, meninggalkan negerinya karena Allah dan
Rasul-Nya (menjalani syariat Allah berdasarkan apa yang disampaikan
Rasul-Nya) dan inilah yang akan mendapatkan kebaikan dan maksud
tujuannya sehingga beliau bersabda :
“Maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya” yaitu ia mendapatkan apa yang dia niatkan.
2.
Berhijrah untuk dunia yang hendak ia raih misalnya: seseorang yang
gemar mengumpulkan harta, ia mendengar kalau di negeri Islam ada lahan
basah untuk membuka usaha (bisnis) maka ia berpindah (hijrah) dari
negerinya yang kafir ke negeri Islam tersebut, ia tidak punya
maksud/tujuan menegakkan & memprioritaskan agamanya, tujuannya hanya
sebatas harta.
3. Seseorang berhijrah dari negeri kafir ke negeri Islam dengan tujuan ingin wanita yang akan dinikahinya.
Maka orang yang menginginkan dunia dan menginginkan wanita tidaklah
hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan: “Maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia
berhijrah padanya”
Beliau tidak mengatakan “maka hijrahnya kepada dunia yang dia inginkan atau wanita yang hendak ia nikahi, karena:
1. Ada yang berpendapat untuk mempersingkat pembicaraan.
2. Yang lain berpendapat: Dalam rangka menunjukkan kehinaan dan kerendahan nilai
dunia dan memang beliau menghindar untuk menyebutnya kembali karena hal itu merupakan niat yang rusak lagi rendah.
Walhasil, bahwa orang yang niat hijrahnya adalah dunia atau wanita, tidak diragukan lagi bahwa niatnya adalah rendah dan hina.
Berbagai Bentuk Hijrah
1. Hijrah Tempat
2. Hijrah Amal
3. Hijrah Pelaku
1. Hijrah Tempat
Yakni seseorang berpindah dari tempat yang
(disitu) terdapat banyak kemaksiatan, kefasikan dan bisa jadi negeri
kufur ke negeri yang tidak terdapat hal-hal tersebut.
Dan yang paling besar adalah hijrah dari negeri kafir ke negeri Islam.
Para Ulama menyebutkan hukumnya:
Wajib berhijrah apabila seseorang tidak mampu menampakkan agamanya
Sunnah apabila ia mampu untuk menampakkan agamanya dan tidak dihalangi apabila ia menegakkan syi’ar-syi’ar Islam.
2. Hijrah AmalYaitu: seseorang berhijrah meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala berupa kemaksiatan dan kefasikan.
Seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Seorang muslim adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat
dari (gangguan) lisannya dan tangannya dan orang yang berhijrah adalah
orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah” (H. R Al Bukhari
& Muslim).
Maka tinggalkanlah setiap yang di-haramkan oleh Allah
Azza wa Jalla, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allah Subhanahu wa
ta’ala ataupun hak manusia, seperti engkau meninggalkan perbuatan
mencela, mencaci, membunuh, menipu, memakan harta dengan cara batil,
durhaka kepada kedua orangtua, memutuskan tali silaturrohim, dst.
3. Hijrah PelakuOrang yang melakukan suatu perbuatan kadang wajib dihijrahi
Berkata ahlul ilmi : misalnya orang yang terang-terangan berbuat maksiat
Maka dituntunkan untuk dihijrahi, dijauhi, dan diboikot apabila hal tersebut berdampak maslahat dan manfaat.
Hal tersebut diketahui manakala di boikot, lantas ia sadar dan mau meninggalkan maksiatnya.
Contoh :
Ada seorang yang terkenal menipu dalam berjual beli, maka boleh
orang-orang untuk memboikotnya kalau dengan itu ia bertaubat dan
menyesal.
Ada orang yang bermuammalah dengan cara riba maka boleh
orang-orang memboikotnya, tidak diajak bicara kalau hal tersebut dia
sadar lantas kembali dengan muammalah yang halal.
Adapun kalau
memboikotnya tidak bermanfaat dan sekedar perbuatannya adalah maksiat,
bukan karena kekufuran maka tidak boleh memboikotnya karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk membiarkan (tidak menegur)
saudaranya lebih dari tiga malam,jika berjumpa yangini memelingkan muka,
dan yang lain memalingkan muka, dan sebaik-baik dari keduanya adalah
yang memulai mengucapkan salam. (HR. Bukhari & Muslim)
Dan telah diketahui bahwa kemaksiatan-nya yang bukan kekufuran disisi
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengeluarkan dari keimanan. Maka tinggal
dilihat apakah memboikotnya itu bermanfaat atau tidak. Bila bermanfaat
maka dia diboikot.
Dalilnya adalah kisah Ka’ab bin Malik, Hilal bin
Umayyah, dan Murarah bin Ar Robi’ Radhiallahu ‘anhum yang tertinggal dan
tidak ikut perang tabuk maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memboikot mereka dan orang-orang Islam juga diperintahkan untuk
memboikot mereka. Namun hal itu bermanfa’at besar bagi mereka dimana
mereka kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala , bumi dirasakan sempit
oleh mereka, mereka yakin tidak ada tempat mengadu dan kembali kecuali
kepada Allah, sehingga mereka bertaubat dan Allah pun menerima taubat
mereka. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment